Cerita Rakyat


Daerah Batu Layang dan Berdirinya Kota Pontianak
 
Batulayang adalah sebuah nama kelurahan di wilayah Pontianak Utara, kota Pontianak. Alasan dari area ini dinamakan batu layang adalah, adanya gundukan batu-batu besar di luar area pemakaman. Batu-batu ini dicat dengan warna hijau, konon ceritanya, batu ini dulunya berada di seberang pulau, tetapi berpindah dengan sendirinya ketempat yang sekarang, maka dari itu dinamai Batu Layang.

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie dilahirkan pada tahun 1142 Hijriah atau tahun 1729/1730 putra dari Al Habib Husin seorang penyebar ajaran Islam yang berasal dari Arab. Ayahnya Al Habib Husin hijrah ke Kerajaan Mempawah karena memiliki masalah dengan Sultan Hamid II. Tiga bulan setelah ayahnya wafat pada tahun 1184 Hijriah di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Pada pukul 14:00 mereka berangkat dengan 14 perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti. Waktu dzuhur mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong. Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan salat zuhur itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Menjelang subuh 14 Rajab 1184 Hijriah, mereka sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau kecil yang dinamai Batu Layang. Pulau yang masih berupa hutan belantara ini kemudian dibabat dan dibuka oleh sekelompok warga yang berasal dari Kerajaan Melayu. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak atau Kuntilanak. Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu.  Terutama saat malam tiba, ketika para warga tengah beristirahat, suara-suara ngeri wanita tertawa dari tengah hutan selalu saja menghantui. Tak jarang bahkan sosok astral itu menampakan wujudnya di seberang sungai. Syarif Abdurrahman kemudian bersiasat untuk membawa sebuah meriam besar ke tengah hutan tersebut. Meriam yang dibawa ini kemudian ditembakkan ke tiga tempat yang kemudian jadi 3 titik pembangunan kota dan dinyalakan ke arah sumber bunyi kuntilanak agar kuntilanak pergi. Tembakan pertama jatuh pada lokasi Masjid Jami’ yang diartikan sebagai tempat pertama untuk melambangkan niat menyebarkan dakwah agama Islam. Tembakan kedua jatuh pada lokasi Istana Keraton Kadriah yang diartikan sebagai tempat beristirahat (rumah atau tempat tinggal). Tembakan ketiga jatuh pada lokasi Kompleks Pemakaman Kerajaan Batu Layang yang terletak ditepi sungai Kapuas.
Lambat laun, gangguan dari kuntilanak pun berangsur-angsur hilang. Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat tersebut diberi nama Pontianak. Tetapi sesungguhnya ia telah diganggu oleh para bajak laut dan perompak yang menghalangi perjalanannya memasuki muara sungai Kapuas. Lima malam lamanya ia melawan dan menembaki para bajak laut itu dan akhirnya ia berhasil mengalahkan para bajak laut dan mendarat ditempat dimana kemudian ia mendirikan kerajaan Pontianak. Ditempat awal dimana ia berhasil menghalau gangguan musuhnya bajak laut ditempat bersejarah itu pulalah ia ingin dimakamkan yaitu di komplek Batu Layang. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas. Akhirnya pada tanggal 8 bulan Sya'ban 1192 Hijriah,bertepatan dengan hari Senin dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie. Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah Pendiri dan Sultan pertama Kerajaan Pontianak
Cerita yang beredar dimasyarakat adalah ketika Syarif Abdurrahman diganggu perompak ada batu yang dilepar melayang ke perahunya. Karena di depan Batu Layang terdapat sekelompok batu warna kuning yang konon selalu tumbuh dan menjadi besar maka daerah ini disebut Batu Layang. Namun ada juga cerita berbeda yang beredar di masyarakat yaitu asal kata “Batu Layang” adalah ketika Syarif Abdurrahman memulai perjalanannya dari Sungai Peniti. Ia berniat ingin membangun sebuah kota lalu ia melemparkan sebuah batu, dimana batu itu jatuh disitulah ia akan membangun kota. Sambil melanjutkan perjalanan sambil mencari dimana batu itu berada. Hingga akhirnya ia menemukan batu itu melayang diatas sungai disebuah pulau. Dipulau itulah Syarif Abdurrahman membangun kota yang dikenal dengan Kota Pontianak dan hingga sekarang daerah ditemukannya batu tersebut dikenal dengan Batu Layang.
Komplek pemakaman ini khusus bagi para Sultan Pontianak dan keluarganya dan bukan untuk umum. Sejarah Batu Layang, daerah tempat makam raja atau sultan Pontianak berkaitan erat dengan pembuka kota Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie. Kawasan Batu Layang ditemukan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie dalam perjalanan membuka  Kota Pontianak.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar