Senin, 18 Juli 2016

Pembelajaran Berbasis Budaya



BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
      Pada makalah ini akan dikemukakan tentang pembelajaran berbasis budaya sebagai salah satu bentuk perwujudan dari tahap-tahap pengembangan pendidikan multikultural. Perlu ditegaskan di sini bahwa pembelajaran berbasis budaya ini bukan tujuan akhir pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural masih berproses yang dikatakan berlangsung terus menerus dan semakin meningkat. Dengan dilaksanakan pembelajaran berbasis budaya ini maka berbagai proses dan hasil belajar yang bernuansakan budaya dapat terwujudkan secara konkrit. Budaya diintegrasikan sebagai alat bagi proses belajar untuk memotivasi peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan, bekerja secara kooperatif, dan mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran


B.     Rumusan Masalah
Terdapat beberapa rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.         Apa yang dimaksud dengan perencanaan pembelajaran berbasis budaya?
2.         Bagaimana cara penerapan pembelajaran berbasis budaya?
3.         Apa saja empat macam pembelajaran berbasis budaya?

C.    Tujuan Penulisan
Terdapat beberapa tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu:
1.         Menjelaskan tentang perencanaan pembelajaran berbasis budaya.
2.         Menerapkan pembelajaran berbasis budaya pada berbagai bentuk pembelajaran di sekolah dasar.
3.         Mengetahui empat macam pembelajaran berbasis budaya.

BAB II PEMBAHASAN


PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA

A.    PERENCANAAN PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA
      Pemakaian budaya lokal (etnis) dalam Pembelajaran Berbasis Budaya sangat bermanfaat bagi pemaknaan proses dan hasil belajar, karena peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang kontekstual dan bahan apersepsi untuk memahami konsep ilmu pengetahuan dalam budaya lokal (etnis) yang dimiliki. Di samping itu, model pengintegrasian budaya dalam pembelajaran dapat memperkaya budaya lokal (etnis) tersebut yang pada gilirannya juga dapat mengembangkan dan mengukuhkan budaya nasional yang merupakan puncak-puncak lokal dan budaya etnis yang berkembang (Dikti, 2004: 4). Dalam Pembelajaran Berbasis Budaya, “budaya diintegrasikan sebagai alat bagi proses belajar untuk memotivasi peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan, bekerja secara kooperatif, dan mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran.”
1.      Petunjuk untuk mengajarkan materi multikultural
            Empat belas petunjuk berikut didesain untuk membantu Anda dengan lebih baik dalam mengintegrasikan isi tentang kelompok etnis ke dalam perencanaan dan pelaksanaan sekolah dan mengajar secara efektif dalam lingkungan multikultural.
A.    Anda, guru, adalah variabel yang amat penting dalam mengajarkan materi etnis. Jika Anda memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan, saat Anda menghadapi materi rasis di dalam bahan pelajaran atau mengobservasi rasisme dalam pernyataan dan perilaku siswa, Anda dapat menggunakan situasi ini untuk mengajarkan pelajaran penting tentang pengalaman kelompok etnis tertentu.
B.     Pengetahuan tentang kelompok etnis diperlukan untuk mengajarkan materi etnis secara efektif.
C.     Sensitiflah dengan sikap, perilaku rasial Anda sendiri dan pernyataan yang Anda buat sekitar kelompok etnis di kelass.
D.    Yakin kan bahwa kelas Anda membawa citra positif tentang berbagai kelompok etnis. Anda dapat melakukan ini dengan menayangkan majalah dinding, poster, dan kalender yang memperlihatkan perbedaan rasial dan etnis dalam masyarakat.
E.     Sensitiflah terhadap sikap rasial dan etnis dari siswa Anda dan jangan menerima keyakinan bahwa “anak-anak  tidak melihat ras, kelompok kaya/miskin, warna kulit.” Karena hal ini disangkal oleh riset.
F.      Bijaksanalah dalam pilihan Anda dan dalam menggunakan materi pelajaran.
G.    Gunakan buku, film, videotipe dan rekaman yang dijual di pasaran untuk pelengkap buku teks dari kelompok etnis dan menyajikan perspektif kelompok etnis pada siswa Anda.
H.    Berikan sentuhan warisan budaya dan etnis Anda sendiri.
I.       Sensitiflah dengan kemungkinan sifat kontroversial dari sebagian materi studi etnis.
J.       Sensitiflah dengan tahap perkembangan dari siswa Anda jika Anda memilih konsep, materi dan aktivitas yang berkaitan dengan kelompok etnis.
K.    Memandang siswa kelompok minoritas Anda sebagai pemenang.
L.     Ingatlah bahwa orang tua dari siswa berkulit berwarna amat berminat dalam pendidikan dan ingin anak-anak mereka berhasil secara akademis sekalipun orang tua mereka terpinggirkan dari sekolah.
M.   Gunakan teknik belajar yang kooperatif dan kerja kelompok untuk menigkatkan integrasi ras dan etnis di sekolah dan di kelas.
N.    Yakinkan bahwa permainan sekolah, pemandu sorak, publikasi sekolah, kelompok informal dan formal yang lain terintegrasi secara rasial juga yakinkan  bahwa berbagai kelompok etnis dan rasial memiliki status yang sama di penampilan dan presentasi sekolah.

            Hernandes (1989) memberi petunjuk pada guru dalam memilih materi dan proses Pendidikan Multikultural. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan materi dan proses pembelajaran Pendidikan Multikultural adalah sebagai berikut.
1. Penting mengemukakan alasan politik, sosial, pendidikan dan ekonomi untuk mengenalkan bangsa sebagai masyarakat yang beraneka ragam secara budaya.
2. Pendidikan Multikultural untuk semua siswa.
3. Pendidikan Multikultural sinonim dengan pengajaran efektif.
4. Pengajaran adalah pertemuan multi dan lintas budaya.
5. Sistem pendidikan tidak melayani semua siswa sama baiknya.
6. Pendidikan Multikultural (seharusnya) sinonim dengan inovasi dan reformasi pendidikan.
7. Yang terdekat dengan orang tua (terutama pemberi perhatian) adalah guru. Guru merupakan salah satu faktor terpenting dalam hidup siswa.
8. Interaksi kelas antara guru dan siswa merupakan bagian utama dari proses pendidikan dari sebagian besar siswa.

Tujuan dari tindakan di atas adalah untuk:
1.         Memberi setiap siswa kesempatan untuk mencapai potensinya.
2.         Mempelajari bagaimana belajar dan berpikir secara kritis.
3.        Mendorong siswa untuk mengambil peranan aktif dalam pendidikannya sendiri dengan membawa kisah dan pengalamannya ke dalam lingkup belajarnya.
4.        Menunjukan pada gaya belajar yang bermacam-macam.
5.        Menghargai kontribusi kelompok lain yang telah berkontribusi pada dasar pengetahuan kita.
6.        Mengembangkan sikap positif tentang kelompok orang yang berbeda dari dirinya sendiri.
7.        Menjadi warga sekolah, warga masyarakat, warga negara dan masyarakat dunia yang baik.
8.        Belajar bagaimana mengevaluasi pengetahuan dari perspektif yang berbeda.
9.        Mengembangkan identitas etnis, nasional dan global.
10.    Memberi ketrampilan mengambil keputusan dan ketrampilan analisis kritis sehingga siswa dapat membuat pilihan yang lebih baik dalam kehidupannya sehari-hari.

2.      Prinsip-Prinsip Dalam Menyeleksi Materi Pokok Bahasan
            Dari Gordon dan Robert mengajukan sejumlah prinsip yang menjadi dasar dalam menyeleksi materi pokok:
1.       Seleksi materi pokok bahasan seharusnya mencantumkan hal-hal kultural. Didasarkan pada keilmuan masa kini. Keinklusifan ini seharusnya berhubungan dengan pendapat yang berbeda dan interpretasi yang beragam.
2.      Materi pokok bahasan yang diseleksi untuk dicantumkan seharusnya merepresentasikan keberagaman dan kesatuan di dalam dan lintas kelompok.
3.      Materi pokok bahasan yang diseleksi untuk dicantumkan seharusnya berada dalam konteks waktu dan tempat.
4.      Materi pokok bahasan yang diseleksi untuk dicantumkan seharusnya memberikan prioritas untuk memperdalam di sampilng keluasan.
5.      Perspektif multi budaya seharusnya dimasukkan di dalam keseluruhan kurikulum.
6.      Materi pokok bahasan yang diseleksi untuk dicantumkan seharusnya diperlakukan sebagai konstruk sosial dan oleh karena itu tentatif seperti halnya seluruh pengetahuan.
7.      Pokok bahasan seharusnya menggambarkan dan tersusun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dialami siswa untuk dibawa ke kelas.
8.      Pedagogi seharusnya berkaitan dengan sejumlah cara belajar mengajar interaktif agar menambah pengertian, pengujian kontraversi dan saling belajar.

B.     PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA
1.      Empat Macam Pembelajaran Berbasis Budaya
            Pembelajaran Berbasis Budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. (Dirjen Dikti. 2004: 12). Pembelajaran Berbasis Budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, serta perkembangan pengetahuan.
            Pembelajaran Berbasis Budaya dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, belajar melalui budaya, belajar berbudaya.
1. Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Budaya dipelajari dalam program studi khusus, tentang budaya dan untuk budaya. Dalam hal ini, budaya tidak terintegrasi dengan bidang ilmu lain.
2. Belajar dengan budaya terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari pokok bahasan tertentu. Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya. Dalam belajar dengan budaya, budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam proses belajar menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.
3. Belajar melalui budaya merupakan strategi yang memberikan kesempatan siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning (Dirjen Dikti, 2004: 15), atau bentuk menilaian pemahaman dalam beragam bentuk.
4. Belajar berbudaya merupakan bentuk menerapkan budaya itu dalam perilaku nyata sehari-hari siswa. Misalnya, anak dibudayakan untuk selalu menggunakan bahasa Krama Inggil pada hari Sabtu melalui Program Sabtu Budaya.

2.      Bentuk Dan Nilai-Nilai Yang Dikembangkan Dalam Pembelajaran Berbasis Budaya
Bentuk-bentuk budaya daerah itu dapat berupa:
A.      Cerita daerah (misal Malin Kundang, Rara Mendut, asal nama kota Banyuwangi)
B.       Tari-tarian (Tari Kancet Papatai / Tari Perang Suku Dayak.
C.       Tembang/lagu-lagu daerah (Ilir-ilir, Sluku-sluku bathok)
D.      Permainan (Bentik, Jamuran, Dakon)
E.       Seni pertunjukan (Wayang, ketoprak, reog ponorogo)
F.        Kebiasaan/tradisi setempat (tahlil, yasinan, bersih deso, tradisi larung sesaji, sekaten)
G.      Benda-benda dan makna filosofisnya (mandau, perisai, benda tradisional).
H.      Pakaian (setiap daerah memiliki pakaian daerah masing-masing)

Nilai-nilai yang terdapat dalam budaya daerah:
            Nilai-nilai yang terdapat dalam budaya daerah sangat beragam tergantung pada bentuk yang ada. Nilai-nilai ini memiliki kearifan budaya yang dapat dikembangkan dan dilakukan upaya pembelajarannya. Sekedar contoh saja, nilai-nilai yang terdapat pada budaya daerah itu antara lain:
Nilai-nilai yang terdapat pada cerita daerah:
·         Kepatuhan dan penghormatan pada orang tua (Malin Kundang)
·         Emansipasi wanita (Rara mendut)
·         Kesetiaan seorang istri/wanita (Banyuwangi)
Tari :
·         Kepahlawanan, kelincahan, kegesitan, dan semangat. (Tari Kancet Pepatay suku Dayak Kenyah, Tari Cakalele, Maluku Utara).
·         Spiritual (Tari Kecak Bali, Tari Saman Aceh, Tari Bedhaya Ketawang)
Tembang/Lagu-lagu daerah:
·         Religius (Ilir-ilir)
·         Kegembiraan (Sluku sluku bathok)
Permainan:
·         Kelenturan, kecermatan, kegesitan (benthik)
·         Kebersamaan/kerjasama (jamuran)
Seni Pertunjukan:
·         Tuntunan (ketoprak dan wayang)
·         Ketuhanan, heroisme, keindahan (wayang)
Kebiasaan/tradisi:
·         Religius (sekaten, tahlil, yasinan)
·         Keselaran, keserasian dan keseimbangan (bersih deso, larung sesaji)
Benda-benda dan makna filosofisnya:
·         Harga diri (Celurit Madura)
·         Kepahlawanan dan kekuatan (mandau, perisai dan baju perang, alat musik Sampe dari Suku Dayak)
·         Kehormatan, keberanian dan ketuhanan (Rencong Aceh)
·         Kebersamaan, kerukunan dan harmoni (Rumah Gadang)
·         Kehormatan, kedewasaan, keperkasaan dan nilai spiritual (Keris)
Pakaian adalah kulit sosial dari kebudayaan kita. Pakaian adalah perpanjangan tubuh yang menghubungkan sekaligus memisahkan antara tubuh dan dunia luar.
·         Identitas, status, hierarkhi, gender dan ekspresi cara hidup (pakaian adat semua daerah)
·         Ekspresi cara hidup tertentu (koteka)
·         Hubungan kekuasaan (pakaian pengantin/pakaian raja)
·         Perbedaan dalam pandangan sosial, politik dan religius (pakaian umroh, jilbab)

Nilai-nilai yang terdapat dalam budaya daerah:
·         Kepatuhan dan penghormatan pada orang tua
·         Emansipasi wanita
·         Kesetiaan seorang istri/wanita
·         Kepahlawanan, kelincahan, kegesitan, dan semangat
·         Religius
·         Kegembiraan
·         Kelenturan, kecermatan, kegesitan
·         Kebersamaan/kerjasama
·         Tuntunan/petuah
·         Ketuhanan, heroisme, keindahan
·         Keselarasan, keserasian dan keseimbangan
·         Kepahlawanan dan kekuatan
·         Kebersamaan, kerukunan dan harmoni
·         Kehormatan, keberanian dan ketuhanan

3.       Model Pembelajaran Berbasis Budaya

            Model pembelajaran berbasis budaya melalui permainan tradisional dan lagu-lagu daerah. Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional dan lagu-lagu daerah (demokrasi, pendidikan, kepribadian, keberanian, kesehatan, persatuan, moral)
Contoh-contoh permainan tradisional:
A.    Model pembelajaran berbasis budaya melalui cerita rakyat
            Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat (demokrasi, pendidikan, kepribadian, keberanian, kesehatan, persatuan, moral)
B.     Model pembelajaran berbasis budaya melalui penggunaan alat-alat tradisional
            Nilai-nilai yang terkandung dalam penggunaan alat-alat tradisional (demokrasi, pendidikan, kepribadian, keberanian, kesehatan, persatuan, moral)
Contoh-contoh penggunaan alat-alat tradisional (pakaian, senjata, perabotan, dsb).

BAB III PENUTUP


A.    Kesimpulan
            Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya diintegrasikan sebagai alat bagi proses belajar untuk memotivasi peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan, bekerja secara kooperatif, dan mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran. Pembelajaran Berbasis Budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. (Dirjen Dikti. 2004: 12). Pembelajaran Berbasis Budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, serta perkembangan pengetahuan. Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, belajar melalui budaya, belajar berbudaya. Budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam proses belajar menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.

B.     Saran
Pembelajaran berbasis budaya percaya bahwa setiap pendapat adalah unik, dan penciptaan makna terjadi secara individual, sehingga tidak ada yang salah atau benar dalam hal ini. Jika pendapat siswa berbeda, yang perlu dilakukan guru adalah bernegosiasi melalui interaksi dengan siswa, sampai siswa mencapai kesimpulan apakah pendapatnya sesuai dengan kaidah keilmuan yang dipelajarinya atau tidak. Dengan demikian, siswa dalam pembelajaran berbasis budaya diakui dan dihargai sebagai individu dengan latar belakang, pengalaman, dan pengetahuan awal yang unik, yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk belajar, dan untuk menjadi kreatif berdasarkan kaidah ilmiah dalam konteks komunitasbudayanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar